Ngesex Calon Besan
Indozex.blogspot.com
Ngesex Calon Besan - Kejadian
ini berlangsung beberapa bulan yg lalu, ketika anakku melangsungkan
pesta pernikahannya di kota kecil Pr di Jawa Timur yaitu di tempat calon
mertuanya bernama Pak Sun (60 Thn) dan Bu Sun (46 thn) yg masih menjadi
kepala desa.
Aku dan istriku sebetulnya tdk setuju kalau anakku yg baru saja lulus
dari salah satu universitas di Jawa Tengah harus segera kawin dgn
pacarnya yg sama-sama baru lulus. Rencanaku biar anakku dapat kerja yg
mapan dahulu sebelum kawin, tetapi Pak Sun dan Istrinya terus mendesak
agar mereka berdua cepat-cepat di kawinkan agar tdk terjadi hal-hal yg
tdk diinginkan dan Bu Sun sudah ingin menimang cucu, katanya. Tetapi
karena anakku setuju dgn permintaan keluarga yg perempuan, ya sebagai
orang tua tdk bisa berbuat lain selain merestuinya.
Tiga hari sebelum hari pernikahannya, aku dan istriku sudah berada di
kota Pr. dan disambut di rumahnya dgn hangat oleh calon besanku Pak Sun
dan Bu Sun serta keluarganya. Aku dan istriku benar-benar dibuat
surprise dan tdk terbayangkan sebelumnya, orang-orang yg ada di rumah
itu begitu hormat kepada keluarga Pak Sun dan yg lebih mengherankan
lagi, rumahnya begitu besar dikelilingi tanaman buah-buahan dan ada
pendoponya yg luas serta di salah satu sisinya ada seperangkat Gamelan
Jawa. Bagaimana tdk heran, jabatan Pak Sun hanyalah kepala desa yg tdk
menerima gaji, tetapi hanya menerima tanah bengkok selama dia menjabat.
Yg membuatku lebih terpesona adalah Bu Sun calon besanku perempuan,
walaupun usianya sudah tdk muda lagi, tetapi dgn tubuh yg semampai tdk
terlalu tinggi serta kain kebaya yg dipakainya serasi dgn warna kulitnya
yg putih bersih dan kuperhatikan Bu Sun terlihat sangat anggun, apalagi
sisa-sisa kecantikan diwaktu mudanya masih terlihat, sehingga membuatku
terpesona dan tdk ingin melepas memandangnya dan kadang-kadang aku
harus mencuri-curi pandang, agar istriku tdk mengetahuinya apabila aku
memandangnya soalnya kalau sampai ketahuan, bisa-bisa terjadi perang
besar. Bu Sun bukannya tdk tahu kalau sering kupandangi dgn penuh
kekaguman dan ketika beberapa kali bertemu pandang, kuperhatikan dia
selalu tersenyum sehingga terlihat giginya yg putih dan rata.
Hari pertama kedatanganku di kota ini, setelah makan siang bersama calon
besanku, Bu Sun lalu disuruh suaminya menghantarkan aku dan istriku
untuk beristirahat di rumah sebelah.
“Buu…, sana antar calon besan kita untuk istirahat di tempat yg sudah
kita siapkan”, kata Pak Sun dan sesampainya di rumah sebelah yg masih
satu halaman dgn rumah induk, tenyata rumahnyapun cukup besar dan kamar
yg disediakan untukku dan istriku pun sangat besar walaupun tdk ada
kamar mandi di dalamnya.
Setelah menunjukkan tempat-tempat yg dianggap perlu termasuk kamar mandi
yg agak jauh di belakang, lalu Bu Sun pamit untuk ke rumah sebelah.
“Terima kasih…, Mbaak…, atas semuanya”, kataku sambil menjabat tangannya
dan jabatan itu tdk kulepas dgn segera dan Bu Sun-pun tetap tdk menarik
tangannya dan kembali kulihat senyumannya yg manis, sambil tiba-tiba
menarik tangannya setelah mungkin merasa tangannya kujabat terlalu lama
dan terus meninggalkanku kembali ke rumah sebelah.
Sore harinya ketika aku dan istriku sedang duduk di teras, kulihat Pak
Sun dan istrinya muncul dari belakang lalu duduk ngobrol menemani kami
berdua dan tdk lama kemudian datang dua wanita dgn membawa pisang goreng
serta teh panas. Setelah ngobrol kesana kemari membicarakan acara untuk
pernikahan, Bu Sun segera pamit ke belakang entah untuk apa, sehingga
obrolan dilanjutkan oleh kami bertiga saja.
Karena tadi aku terlalu banyak minum air, terasa aku ingin pipis dan
setelah permisi kepada Pak Sun untuk ke belakang sebentar, lalu aku
beranjak ke belakang menuju kamar mandi yg tadi ditunjukkan oleh Bu Sun,
karena sudah begitu kebelet untuk pipis lalu sambil menurunkan
ritsluiting celanaku serta mengeluarkan meriamku, kudorong pintu kamar
mandi dgn bahuku dan terus masuk kamar mandi, tetapi alangkah kagetnya
ketika di dalam kamar mandi itu kulihat Bu Sun sedang berada di kamar
mandi serta telanjang bulat seraya menggosok-gosok badan dgn tangannya.
Kulihat Bu Sun-pun begitu terkejut ketika mengetahui ada orang masuk ke
kamar mandi dan secara reflek Bu Sun berteriak kecil, “Maas”, sambil
berusaha menutupi badannya dgn kedua tangannya. Setelah pintu kamar
mandi kudorong tertutup, kudekati dia sambil kupegang kedua bahunya
serta kukatakan dgn suara sedikit berbisik karena takut ada yg
mendengar.
“Mbaak…, maa’aaf…, saya tdk tahu kalau…, Mbak lagi mandi”.
“Sudah.. Laah”, sahut Bu Sun jg sedikit berbisik, “Sana…, keluar…, nanti ada yg lihat…, lagian mau apa siih…, Maas?”.
“Saya…, kebelet pipis…, Mbaak”, sahutku dan disambutnya dgn kata-kata,..
“Cepaat…, pipisnya…, dan cepat keluar”.
Tanpa komentar lagi aku keluarkan meriamku yg setengah berdiri karena
melihat payudara serta memek Bu Sun yg ditumbuhi bulu-bulu yg hitam
lebat dan aku terus pipis dgn posisi menyamping dan sambil kulirik,
kulihat mata Mbak Sun sepertinya sedang tertuju ke arah meriamku.
Setelah selesai menyelesaikan kencingku dan kumasukkan meriamku kembali
ke dalam celana, sambil beranjak keluar pintu kamar mandi kusempatkan
tangan kananku mencolek payudaranya yg tertutup setengah oleh tangannya
sambil kuucapkan.
“Mbaak…, maa’aaf…, yaa”, dan Bu Sun secara reflek menampar tanganku
seraya berkata setengah berbisik, “Kurang…, ajaar…, awas…, nanti”.
Aku segera kembali ke depan dan kulihat istriku dan Pak Sun masih ada
sambil ngobrol dan aku kembali duduk seolah olah tdk terjadi apa-apa,
tetapi istriku tiba-tiba nyeletuk”, Paak…, pipis saja…, bajunya sampai
basah semua”, aku tdk menanggapi kata-kata istriku itu dan kucoba
menenangkan diri sambil kuambil minumanku di gelas.
Setelah beberapa saat kami meneruskan obrolan, Bu Sun datang dari arah
belakang dan sekarang sudah tdk memakai setelan kebaya lagi tetapi
memakai rok terusan, walaupun begitu tetap saja membuatku terpesona
apalagi bentuk kakinya yg kecil dam putih mulus, setelah dekat dgn kami
bertiga serta duduk disalah satu kursi yg kosong, lalu berkata,
“Buu…, Paak…”, seraya menengokku dan Istriku bergantian.
“Silakan mandi dulu biar terasa segar sebelum kita makan”, dan setelah itu Bu Sun menggeser kursinya sedikit membelakangiku.
Tdk berlama-lama, aku langsung ke kamar mengambil pakaian ganti dan
langsung pergi ke kamar mandi. Sengaja kamar mandinya tdk kukunci dgn
harapan siapa tahu Bu Sun pun berbuat yg sama seperti tadi, tapi…,
kupikir mana mungkin.., jadi segera saja kubuang jauh jauh pikiran itu
dan sambil mandi kubayangkan tubuh Bu Sun yg walau sudah berumur dan
payudaranya yg terlihat sedikit karena tertutup tangannya tdk begitu
besar kira-kira 36D serta sudah agak turun dan memeknya yg tertutup
tangan satunya jg mempunyai bulu yg lebat tetapi menurutku masih cukup
mempersonaku, sehingga meriamku menjadi bangun dan menjadi lebih tegang
ketika batangnya kugosok-gosok dgn sabun.
Sampai mandiku selesai, ternyata harapanku tinggal harapan saja. Dasar
pikiran bejat. Ketika kembali ke depan ternyata kedua calon besanku
serta istriku masih asyik ngobrol dan sambil duduk kembali aku langsung
menyuruh Istriku untuk gantian mandi.
Malam harinya sewaktu makan berempat di ruang makan, entah kebetulan
atau karena Istriku dan Pak Sun telah duduk berhadapan terlebih dahulu,
sehingga mau tak mau aku dan Bu Sun jadi duduk berhadapan. Ketika sedang
nikmat-enaknya makan, tiba-tiba kakiku tersentuh kaki Bu Sun dan
anggapanku mungkin tdk sengaja sewaktu menggeser kakinya, apalagi ketika
kulihat wajahnya Bu Sun tetap biasa saja seperti tdk terjadi sesuatu
dan meneruskan makannya dgn agak menunduk.
Untuk membuktikannya, sambil melepas sendal yg kupakai dan kulirik
dimana posisi kaki Bu Sun di kolong meja, lalu pelan-pelan kuletakkan
kakiku di atas kakinya yg memakai sendal jepit sambil kupandang
wajahnya. Kulihat Bu Sun tdk bereaksi dan tetap saja meneruskan makannya
serta kakinya yg kuinjak itu didiamkannya saja, dan pelan-pelan
injakanku itu kuberi tenaga sedikit dan terasa Bu Sun secara
perlahan-lahan menarik kakinya. Aku diamkan saja kakiku di tempatnya
seolah-olah aku menginjaknya secara tdk sengaja, tetapi beberapa saat
kemudian terasa kakiku di injak oleh kakinya yg sudah tdk memakai
sendalnya lagi, jadi aku mengambil kesimpulan kalau tendangan kaki Bu
Sun tadi itu pasti disengajanya.
Aku diamkan saja injakan kakinya dan tdk lama kemudian telapak kakinya
di geser-geserkan di atas kakiku dan tentu saja hal ini tdk kubiarkan,
jadi sambil tetap meneruskan makan kaki kami terus bermain dikolong meja
makan dan lama-lama jadi bosan jg.
Lalu kutarik kaki kananku yg diijaknya menjauh dari kaki Bu Sun dan
sambil mengambil gorengan tahu yg agak jauh dari jangkauanku, kugeser
kursiku maju kedepan merapat di meja makan dan pelan pelan kuangkat kaki
kananku agar tdk ada kecurigaan dari istriku dan Pak Sun serta
kuselonjorkan ke depan, maksudku untuk kuletakkan di kursi diantara
kedua paha Bu Sun, eh, tdk tahunya terantuk salah satu dengkul Bu Sun
dan kulihat Bu Sun agak terkejut sehingga garpu yg dipegangnya terjatuh
di atas piringnya dan semua mata tertuju ke arah Bu Sun dan Pak Sun
berkomentar,
“Buu…, makannya jangan buru buru…, bikin malu calon besan sajaa”, dan
kesempatan ini kugunakan untuk menggeser kakiku dan kuletakkan di ujung
kursinya sehingga telapak kakiku terasa hangat terjepit di antara kedua
pahanya dan secara perlahan-lahan kuelus-elus salah satu pahanya dgn
telapak kakiku dan Bu Sun kulihat memandangku sejenak dgn matanya
sedikit melotot dan kembali meneruskan makannya.
Aku mencoba menjulurkan kakiku lebih dalam lagi agar dapat mencapai
pangkal paha Bu Sun, tetapi tetap saja kakiku tdk dapat mencapainya,
karena kursi yg di duduki Bu Sun agak renggang dari meja makan dan aku
mencari akal bagaimana kakiku bisa menyentuh memek Bu Sun. Ketika aku
sedang memutar otakku, eh tdk tahunya Bu Sun menggeser tempat duduknya
maju ke depan mendekati meja makan ketika akan mengambil buah-buahan
setelah makannya selesai dan kesempatan ini tdk kusia-siakan, dgn hanya
mengulurkan kakiku sedikit tersentuhlah pangkal pahanya yg terasa sangat
halus dan membuat Bu Sun agak terkejut sedikit tetapi setelah itu diam
saja.
Lalu kugesek-gesekkan jari kakiku ke memeknya yg terasa tertutup dgn
celana dalamnya dan sesekali kuperhatikan mata Bu Sun tertutup agak lama
yg mungkin sedang menikmati enaknya gesekan jari kakiku di memeknya,
tapi untung istriku dan Pak Sun tdk memperhatikannya karena sedang sibuk
dgn buah-buahan yg dimakannya.
Gesekan kakiku terus kulanjutkan sambil ngobrol berempat setelah
buah-buahan yg kami makan habis. Ketika Pak Sun sedang bertanya sesuatu
kepadaku, tanpa sadar sebelum pertanyaannya kujawab, aku berseru,
“Aduuh…”, sehingga istriku dan kedua calon besanku melihat ke arahku dan istriku langsung bertanya,
“Kenapa…, paah..?” untuk tdk menimbulkan kecurigaan langsung saja kujawab,
“Kekenygan…, dan perutku agak sakit tergencet ikat pinggang”, kataku sekenanya sambil kulonggarkan ikat pinggangku,
“Habis.., makanan calon besan kita terlalu nikmat sih”, tambahku sedikit
memuji, padahal aku berseru aduh tadi itu karena kaget ketika kakiku
tiba-tiba dicubit oleh tangan Bu Sun yg tanpa setahuku di taruhnya ke
bawah meja.
Aku cepat-cepat menarik kakiku dan menurunkannya ketika Pak Sun
tiba-tiba bangkit dari duduknya dan mengajakku dan istriku kembali ke
teras rumahnya.
Esok harinya, aku dan istriku merencanakan pergi ke kota Mlg, yg
jaraknya hanya kira-kira 2 jam perjalanan dgn mobil untuk menjemput
anakku yg nomer 2 dan yg sedang kuliah di sana agar bisa mengikuti acara
pernikahan kakaknya, tetapi entah karena makanku terlalu banyak atau
karena tadi malam ngobrolnya sampai larut malam dan hawa kota kecil Pr,
yg agak dingin, perutku terasa sakit atau seperti masuk angin sehingga
beberapa kali aku harus ke belakang. Sehingga pagi harinya aku minta
istriku saja yg menjemput anakku dgn sopir.
Setelah istriku berangkat, tdk lama kemudian Pak Sun dan istrinya muncul di kamarku serta menanyakan kondisiku.
“Paak…, kata ibu lagi sakit perut yaa…, ma’af…, mungkin ada makanan yg
tdk cocok dgn perut bapak.., yaa”, kata Pak Sun dgn penuh rasa khawatir
sedang istrinya hanya diam saja di sampingnya.
“ooh…, bukan sakit peruut…, kok…, paak”, sahutku sambil kutinggikan
bantalku sehingga posisi tidurku setengah duduk, “cuma…, masuk angin
sedikit.., kayaknya.., sebentar lagi jg sembuh”, sahutku seraya
kupandangi keduanya bergantian.
“Apa bapak biasa minum obat tolak angin…, biar saya ambilkan.. yaa”, kata Bu Sun.
“aahh…, nggak usah lah buu…, tadi sudah dipijitin sedikit oleh istri
saya…, biasanya sih dikerokin…, tetapi karena takut ke Mlg-nya
kesiangan…, jadi kerokannya nggak jadi”, sahutku.
“Lho…, Paak.., kalau biasa kerokan…, biar istri saya saja yg ngerokin…,
dia itu ahlinya…, saya kalau masuk angin paling cepat dikerokin lalu
dipijitnya, langsung sembuh”, sahut Pak Sun.
“Iyaa…, Buu.., tolong dikerokin saja dan setelah itu baru minum obat
tolak angin.., soalnya kalau dibiarkan bisa kasep nanti, apalagi besok
adalah acara resmi perkawinannya…, ayoo.. sana buu.., ambil alat
kerokannya”, tambah Pak Sun dan segera saja Bu Sun pergi meninggalkan
kamarku.
Tdk lama kemudian Bu Sun mencul kembali dan dikedua tangannya telah
membawa alat kerokan dan segelas air minum serta obat tolak angin dan
sambil meletakkan barang bawaannya di meja, Bu Sun mengatakan.
“Paakk…, lebih baik kaosnya dibuka saja”, katanya dan Pak Sun yg masih menemaniku di kamar terus menimpalinya.
“Betuul…, Paak…, ooh…, iyaa… buu”, kata Pak Sun pada istrinya,
“Saya tinggal dulu ya sebentar ke kantor KUA untuk menyelesaikan
administrasinya buat besok dan mungkin ke beberapa teman yg undangannya
belum kita berikan”.
“Jangan…, lama-lama lho.., paak.., masih banyak yg belum beres..,
lhoo..”, sahut Bu Sun sambil keluar pintu kamarku menghantar suaminya
pergi.
Tdk lama kemudian Bu Sun muncul kembali sambil menutup pintu kamar,
“Lhoo…, maas…, kok kaosnya belum dibukaa…?”, katanya ketika melihatku masih tiduran dan belum membuka kaosku,
“… Isiin…, mbaak”, sahutku sambil duduk di pinggir tempat tidur.
“Wong wis podo tuwek e kok…, pake isin segala…, wis to.., bukaen kaose…”, kata Bu Sun dgn logat jawa timurnya.
Tanpa disuruh kedua kalinya, segera kubuka kaos yg kupakai dan terus
duduk membelakanginya sambil menunggu kedatangannya dari menutup pintu
kamar. Sesampainya dia di belakangku dan duduk menghadap punggungku
tiba-tiba saja Bu Sun mencubit pinggangku kuat-kuat sambil berkata,
“Maas…, kowe wis tuo…, kok kurang ajar.., tenan.., siih”. Karena
cubitannya yg agak kuat dan tanpa kuketahui menjadikanku kaget dan
berteriak,
“Aduuh…”, sambil kuputar badanku sehingga kami sudah duduk berhadapan
dan kuambil barang-barang kecil ditangannya serta kutaruh di atas kasur
serta kupegang kedua bahunya seraya kukatakan,
“Mbaak…, kowe sing marai aku dadi kurang ajar…, lha…, wong kowe…, sing
membuatku jadi kesengsem..”, dan kemudian kupeluk rapat-rapat sehingga
terasa payudaranya yg tdk besar itu mengganjal di dadaku serta kucium
bibirnya dan Bu Sun-pun memelukku serta mengusap-usapkan kedua tangannya
di punggungku yg sudah telanjang.
Kujulurkan lidahku ke dalam mulutnya dan terasa di sedot-sedotnya dgn
keras dan nafas kami berduapun sudah semakin terdengar keras.
Sambil kuangkat badannya sedikit agar bagian roknya yg diduduki
terbebas, lalu kuangkat rok terusannya ke atas dan kususupkan tangan
kananku ke dalam serta kupegang payudaranya dari luar BHnya dan terasa
sekali payudaranya begitu empuk dan diantara ciuman kudengar Bu Sun
berkata,
“sshh…, Maas…, ojo.., nakaal…, too..”, sambil tangan kanannya
menggeraygi k0ntolku dari luar celana yg kupakai dan langsung saja
kulepas ciumanku dan kuangkat roknya ke atas dan kudengar dari mulutnya
hanyalah suara sedikit manja,
“Maas…, ojo…, nakaal…,too..”, tetapi tanpa ada penolakan sama sekali,
malahan membantuku melepas roknya dgn mengangkat kedua tangannya ke atas
dan setelah roknya terlepas, kulihat badan bu Mar yg begitu mulus
mengenakan BH hitam yg tipis tanpa ada busa yg mengganjalnya dan CD-nya
jg berwarna hitam.
Tanpa basa basi, langsung saja Bu Sun kurangkul dan kurobah posisinya
serta kutelentangkan di atas tempat tidur dan Bu Sun hanya protes,
“Maas…, apa-apaan.., siih…, katanya mau di kerokin…, kok jadi
beginii..”, dan sambil mencari kaitan BH di belakang tubuhnya, kujawab
saja,
“Sebenarnya…, Mbaak…, Aku sudah sembuh…, masuk anginnya…, sudah hilang sendiri…”.
Setelah kaitan BH-nya terlepas, langsung saja BH-nya kubuka dan kujilat
payudaranya serta kusedot-sedot puting susunya yg hitam dan besar dan
kurasakan Bu Sun mencoba memasukkan tangan kanannya ke dalam celanaku
mencari cari k0ntolku tetapi karena celanaku agak sempit sehingga Bu Sun
kesulitan memasukkan tangannya dan langsung saja dia berkata,
“Maas…, bukain celanamu…, aku yoo…, kepingin…, pegang punyamu”, dan
tanpa melepas puting susunya yg masih kusedot, kulepas celana dan celana
dalamku sekaligus, sehingga aku sekarang sudah telanjang bulat dan
k0ntolku yg setengah berdiri itu langsung saja dipegangnya dan segera
saja dia berkomentar,
“Maas…, kok masih…, lembek..?”.
“Coba saja di isap…, pasti sebentar saja…, sudah tegang…, mau..?”,
tanyaku sambil kupandangi wajahnya dan kulihat Bu Sun hanya mengangguk
sedikit tanpa jawaban.
Segera saja kulepas isapan mulutku di payudaranya dan bangun serta duduk
di dekat kepalanya sambil sedikit kumiringkan badannya kearahku dan dgn
tdk sabaran langsung saja batang k0ntolku yg masih setengah berdiri
dipegangnya dan kepalanya di jilat-jilatnya sebentar dan langsung
dimasukkan ke dalam mulutnya. Sambil memutar badannya setengah
tengkurap, Bu Sun segera saja memaju-mundurkan kepalanya sehingga
k0ntolku keluar masuk terasa nikmat sekali sehingga tanpa terasa aku
jadi mendesah
“.. Aah…, ooh…, Mbaak…, teruus…, ooh…, enaaknyaa…, Mbaak.. oohh”, sambil
kuusap-usap rambut di kepalanya dan sesekali kujambak dan baru sebentar
saja Bu Sun menghisap k0ntolku, terasa k0ntolku sudah tegang sekali.
Tiba-tiba saja k0ntolku dikeluarkan dari mulutnya dan langsung saja kukatakan,
“Mbaak…, isap…, lagii.., doong”, tetapi kudengar Bu Sun berkata,
“Maas…, tolong…, punyaa.., Saya.., jg”. Aku langsung mengerti apa yg
dimaui Bu Sun dan langsung saja aku merubah posisi dan kujatuhkan diriku
tiduran ke dekat kaki Bu Sun dan kutarik celana dalamnya turun serta
kulepas dari badannya.
Tiba-tiba saja Bu Sun bergerak dan berganti posisi tidur di atas badanku
sehingga memeknya tepat berada di mulutku dan tercium bau memek yg
sangat khas, maka tanpa bersusah payah kusibak bulu blu memeknya yg
menutupi bibir memeknya dan setelah itu kubuka bibir memeknya dgn kedua
jari tanganku dan kujulurkan lidahku menusuk ke dalam memeknya yg sudah
basah oleh cairannya dan terasa asin. Ketika ujung lidahku menyodok
lubang memeknya, langsung saja Bu Sun menekan pantatnya ke wajahku
sehingga terasa sulit bernafas dan terasa k0ntolku sedang di
kocok-kocoknya dgn jari tangannya.
Ketika lidahku menjelajahi seluruh bagian memeknya dan bibir memeknya
tetap kupegangi, Bu Sun lalu menaik-turunkan pantatnya dgn cepat dan
mungkin karena merasa keenakan dijilatin memeknya, terdengar desahannya
yg agak keras,
“ooh…, Maas…, oohh…, aahh…, teruus…, uuhh…, Maas…, aduuh…,enaak…, Maas…,
ooh…”, dan sesekali clitorisnya yg sedikit menonjol itu dan sudah mulai
mengeras, kuhisap-hisap dgn mulutku sehingga desahan demi desahan
keluar dari mulutnya,
“ooh…, ituu…, Maas…, enaak…, uuh…, ooh…, Maas”, dan tiba-tiba saja
pegangan dik0ntolku dilepaskannya dan Bu Sun menjatuhkan dirinya dari
atas tubuhku dan tidur telentang sambil memanggilku,
“Maas…, Maas…, sinii…, Saya sudah…, nggak tahaan…, ayoo…, sini…, Maas”.
Aku segera saja bangun dan membalik badanku serta kunaiki tubuh Bu Sun
dan dia ketika tubuhku sudah berada di atasnya, dia membuka kakinya
lebar-lebar dan kutempatkan kakiku di antara kedua kakinya. Dgn nafas
terengah engah dan mencoba memegang k0ntolku dia berkata,
“Maas…, cepat…, doong…, masukin…, Saya sudah…, nggaak tahaan”.
“Tunggu…, sayaang…, biar Aku saja yg masukin sendiri”, kataku sambil
kupindahkan ke atas, tangannya yg tadi mencoba memegang k0ntolku tetapi
rupanya Bu Sun sudah tdk sabaran lalu kembali dia berkata.
“Maas…, ayoo…, doong…, cepetaan…, dimasukiin…, punyamu ituu..”, dan dgn
hati-tiba kupegang k0ntolku dan kugesek-gesekkan di belahan bibir
memeknya beberapa kali dan kemudian kutekan ke dalam serta, “blees…”
terasa dgn mudahnya k0ntolku masuk ke dalam lubang memeknya dan seperti
terkaget kudengar Bu Sun berteriak kecil bersamaan dgn k0ntolku masuk
kelubangnya.
“Aduuh…, Maas”, sambil mendekapku erat-erat.
“Sakit…, sayaang…?”, tanyaku dan Bu Sun kulihat hanya menggelengkan
kepalanya sedikit dan ketika dia menciumi disekitar telingaku kudengar
dia malah berbisik,
“Enaak…, Maas..”.
Kuciumi wajahnya dan sesekali kuhisap bibirnya sambil kumulai
menggerakkan pantatku naik turun pelan-pelan, tetapi tiba-tiba saja
punggungku dicengkeramnya agak keras.
“Maas…, coba diamkan dulu pantatmu ituu…”, dan aku tdk mengerti apa
maunya tetapi tanpa banyak pertanyaan kuturuti saja permintaannya.
Eehh, ternyata Bu Sun sedang mempermainkan otot-otot kenikmatannnya,
sehingga pelan-pelan terasa k0ntolku seperti di pijat-pijat serta
tersedot-sedot dan jepitan serta sedotannya semakin lama semakin kencang
sehingga k0ntolku terasa begitu nikmat dan tanpa terasa aku menjadi
terlena keenakan.
“oohh…, sshh…, Mbaak…, enaknyaa…, ooh.., aakkrrss.., ooh…, teruus..,
Mbaak…, aduuh.., enaak”, dan aku sudah tdk dapat tinggal diam saja,
langsung pantatku naik turun sehingga k0ntolku keluar masuk lubang
veginanya serta terdengar bunyi,
“Crroott…, crroot…, croott..”, secara beraturan sesuai dgn gerakan
k0ntolku keluar masuk memeknya yg sudah sangat basah dan becek.
“Maas…, cabut dulu punyamu itu…, biar aku lap dulu…, punyaku sebentar..”, kata Bu Sun setelah mungkin mendengar bunyi itu.
“Biar…, aja…, Mbaak…, nikmat begini…, kook”, sahutku sambil meneruskan gerakan k0ntolku naik turun semakin cepat dan
Bu Sun kurasa tdk memperhatikan jawabanku karena sewaktu aku menjawab pertanyaannya, kudengar dia sudah mengeluarkan desahannya.
“ooh…, sshh…, aakk…, aduuh…, Maas…, teruuskaan…, teruus…, Maas…, ooh..”,
sambil mempercepat goyangan pinggulnya serta kedua tangannya yg
dipunggungku selalu menekan-nekan disertai sesekali menyempitkan lubang
memeknya sehingga terasa k0ntolku terjepit-jepit.
“ooh…, Mbaak…, sshh…, oohh…, enaak…, Mbaak…, akuu…, aku sudah…, nggak
kuat…, mau…, keluarr.., mbaak..”, desahanku yg sudah tdk kuat lagi
menahan keluarnya air maniku.
“Maas…, ayoo…, Maas…, aduuh…, ooh…, Akuu…, jga…, ayoo…, sekaraang…,
aakkrr…, ooh…, Maas”, dan kulepas air maniku semuanya ke dalam memeknya
sambil kutekan k0ntolku kuat-kuat dan Bu Sun pun mendekapku dgn sekuat
tenaganya.
Aku terkapar di atas badan Bu Sun dgn nafas ngos-ngosan demikian jg
kudengar bunyi nafasnya yg sangat cepat seraya menciumi wajahku.
Setelah nafas kami mulai mereda, lalu kukatakan,
“Mbaak…, aku cabut ya punyaku..”, dan sebelum aku menghabiskan
perkataanku, dicengkeramnya punggungku dgn kedua tangannya seraya
mengatakan,
“Jangaan…, duluu…, Maas…, Aku masih ingin…, punyamu tetap ada di dalam..”, dan setelah diam sebentar lalu katanya lagi,
“Maas………, Aku sudah lama…, nggak begini.., Bapak sudah nggak mau lagi.., padahal aku masih kepingin..”.
Setelah kejadian tersebut, kami masih sesekali melakukannya yaitu ketika
Bu Sun datang ke Jakarta dgn alasan kangen dgn anak perempuannya yg
kawin dgn anakku. Biasanya Bu Sun menelponku di kantor apabila akan
datang ke Jakarta dan kujemput dia di Gambir dan langsung pergi ke salah
satu Hotel, sebelum dia menuju rumah anaknya…, eh.., anakku jg. - Ngesex Calon Besan
Tidak ada komentar: