Lilis Sepupu Istriku
Indozex.blogspot.com
Lilis Sepupu Istriku - Lilis
Baru pulang dari luar kota tadi malam Aku agak malas untuk siap-siap ke
kantor, nanti agak siang saja Aku masuknya. Isteriku sdh berangkat,
anakku semata wayg sdh berangkat sekolah. Usai sarapan yg disiapkan oleh
Lilis Aku belum jg mandi tp menikmati 3 hari koran yg belum sempat
kubaca selama keluar kota di sofa ruang tamu Santai.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipcqrCpyr-8AtF5_NdlNWv4IdUkU08p0cxupQfCTWofWB6g3-FWBBL-SfvhqtjmYopAmxJZ7O6OFRI7E20siUrnvWFqohp83mk4sa_ZGIzgjoSAS0Mm04ET9HObu_zdEx4QSYDqjxKFLo/s400/cerita-sex-hot-kejutan-pulang-liburan.jpg)
Hari
menjelang siang. Lilis baru saja selesai mengepel lantai lalu ke
belakang. Rasanya ada yg aneh pada Lilis. Tiap hari dia memang mengepel
lantai dan itu biasa. Entah
apanya yg berbeda pada dia pagi ini Aku tak memperhatikan dan memang
tak ingin tahu. Hanya kurasakan agak aneh saja. Kembali Aku membaca
koran. Ketika terdengar suara guyuran air di kamar mandi belakang, jg
masih biasa, Lilis selesai bersih-bersih rumah lalu mandi.
Lalu 30 menit kemudian dia tampak sliweran antara dapur dan ruang makan
jg biasa. Jg ketika masuk ke kamar anakku. Sekilas Aku sempat melihatnya
lewat dari balik bentangan koranku. Mungkin ini yg tak biasa, dia
tampak lebih rapi dari biasanya. Daster yg dia kenakan tampaknya baru.
Mungkin dia mau keluar belanja, pikirku.
Dalam kesibukan dia di ruang makan kadang dia bikin suara-suara benturan
piring dan alat lainnya. Dgn sendirinya Aku sedikit mengangkat kepala
mengalihkan pandangan dari koran ke arahnya. Itu gerakan refleks yg
biasa. Yg tak biasa adalah dia beberapa kali ‘tertangkap’ sedang
memandang ke arahku tp tatapan matanya agak ke bawah.
Ketika dia sedang ke belakang Aku coba meneliti adakah yg aneh pada
diriku ? Kebiasaan di rumah Aku selalu mengenakan celana pendek. Itu sdh
sering dan Lilis jg sdh tahu. Jadi apanya yg aneh. Ah, memang Aku
peduli ? Aku terus saja membaca. Sampai suatu saat sedang asyiknya Aku
membaca tanpa kusadari Lilis sdh berdiri di depanku.
Koran kuletakkan, belum sempat Aku membuka mulut untuk nanya, tiba-tiba
Lilis menghambur ke arahku, duduk di pangkuanku dan memeluk tubuhku.
Lalu kepalanya yg tersembunyi di dadaku terlihat sedikit berguncang.
Lilis menangis. Ada angin apa nih ?
“Maafkan saya Kang …” katanya di sela-sela isakan tangisnya.
Lilis memang bukan pembantu. Dia adalah sepupu isteriku, sama-sama dari
Kuningan, asal isteriku. Dia cukup cerdas walau SMK saja tak tamat,
karena keburu disuruh menikah oleh ibunya. Teman-temannya di kampung
pada umumnya hanya tamatan SMP atau bahkan SD.
Dia sebenarnya ingin sekolah sampai tingkat sarjana, hanya kebiasaan di
kampung mengharuskan anak perempuan sdh berrumah-tangga ketika mencapai
umur 16 atau 17 tahun. Malang baginya, ketika usia pernikahan menjelang
setahun suaminya tertangkap basah berselingkuh. Dia minta cerai dan
ingin ikut isteriku ke Jakarta sambil siapa tahu bisa meneruskan
sekolahnya dan menggapai cita-citanya menjadi sarjana pertanian.
Di kampung dulu dia memang amat dekat dgn isteriku. Setelah bicara
dgnku, isteriku setuju menyekolahkan dia sampai tamat. Lilis bersedia
kerja apa saja, jadi pembantu sekalipun, untuk mengejar cita-citanya.
Kami, saya, isteri dan anakku tak pernah menganggap dia sebagai
pembantu. Kami perlakukan dia sebagai salah satu famili dekat. Sdh
hampir dua bulan dia ikut dgn keluarga kami. Dia sdh terdaftar di SMK
kelas 3, hanya belum mulai sekolah karena menunggu tahun ajaran baru,
bulan depan. Umurnya kini 18 tahun. Memang sedikit terlambat. Anak
seusia dia umumnya sdh tamat SMU.
“Kenapa Lis?”
“Maafkan saya Kang….”
“Kamu salah apa” Dia tak menjawab, masih terisak.
Aku coba menduga-duga, mungkin dia tak betah karena mengerjakan urusan rumah tangga mirip pembantu.
“Kamu pengin pulang?” Lilisg menggeleng.
Sebenarnya tdk jg sebagai pembantu karena isteriku kalau sedang di rumah
jg ikut terjun kerja bersama dia. Anakku pun begitu. Kami memang sdh
biasa tak punya pembantu.
“Atau kamu gak betah di sini?”
“Bukan Kang …. bukan, saya senang tinggal sama Teteh…” Yg dia sebut teteh adalah isteriku.
“Jadi kenapa?” Hening sejenak, lalu
“Sayanya Kang, saya yg tak beres…”
“Tak beres apanya, ayo cerita, jangan sungkan-sungkan. Kamu kan sdh kuanggap adikku sendiri”
“Bukan masalah itu Kang … Akang sekeluarga di sini baik-baik semua ….saya betah…”
“Lalu ?” Lilis masih diam, tangisnya mereda. Tp masih belum mau bicara.
Tak sadar Aku mengelus-elus rambutnya yg lurus dan panjang sepunggung,
seperti rambut isteriku. Memang Lilis banyak kemiripan dgn isteriku.
Wajah mirip, hanya isteriku langsat dia sawo matang. Bentuk tubuhnya
sama langsing, hanya dada Lilis sedikit lebih besar.
Pembaca, jangan berpikiran macam-macam ya. dari ‘tampak luar’ saja sdh
terlihat, tak harus ‘memeriksa’ ke dalam. Memangnya Aku sekurang ajar
itu berani memeriksa dada sepupu isteriku ? Dada? Ah …. gumpalan daging
kembarnya itu melekat erat di dadaku sekarang. Baru sekarang jg Aku
menyadari bahwa bongkahan itu nempel di tubuhku nyaris tak ada
penghalang. Tak ada ‘kain keras’ di antara kami. Masa sih ? Untuk
memenuhi rasa penasaranku, tanganku yg sedang membelai rambut Lilis
‘mampir’ sebentar ke punggungnya. Hanya kain daster saja yg ada
dipunggungnya.
Benar, Lilis tak mengenakan bra ! Aku lebih banyak berpikiran positif.
Mungkin saja tadi dia sehabis mandi belum sempat memakainya. Tp
menyadari ‘keadaan’ begini, sebagai lelaki normal tak urung ada yg
menggeliat di balik celana pendekku. Lalu, kubiarkan pikiranku
mengelana, kubayangkan bentuk bungkahan yg menekan dadaku, tentunya
masih kencang sebab dia belum punya anak dan belum setahun ‘dipakai’,
dgn putingnya yg kecil dan kecoklatan.
Imagi begini jelas saja membuat perangkat bawahku semakin mengencang.
Tiba-tiba Lilis mengangkat kepalanya yg dari tadi ngumpet di dadaku.
Ditatapnya mataku sejenak, lalu pandangan beralih ke tubuhku bagian
bawah dan kemudian menatapku lagi. Aku yakin pantatnya telah merasakan
perubahan yg terjadi di celanaku.
“Kang …….”bisiknya serak.
Pantatnya bergerak menggoyang, melumati kelaminku. Mendadak mulutku
dipagutnya. Aku masih shok atas tindakannya ini sehingga bibirku pasif
saja menerima sapuan bibirnya. Tp itu tak lama, hanya beberapa saat
kemudian bibirku malah merespons lumatan bibirnya. Kami berciuman.
Celakanya, entah bagaimana Aku jadi membayangkan bahwa yg sedang kuciumi
ini adalah isteriku sehingga ciuman kami makin seru …. Aku sempat
melayg-layg sampai suatu saat kesadaranku mendarat kembali ke bumi,
ratio mengalahkan emosi. Aku dorong kepala Lilis menjauh, ciuman
terlepas.
“Lis…. ?” Kulihat ekspresi wajahnya yg kaget sekejap.
“Kang …. maafkan saya …. tp saya butuh banget ….. butuh Kang …. udah lama banget menahan ….”
“Kamu sadar Lis?”
“Iya Kang, sadar bahwa saya sangat membutuhkanmu Kang …. ”
“Kenapa saya?” tanyaku lagi.
“Gak tahu Kang. Tubuhku ini udah lama membara …. Udah lama saya coba
menahannya tp saya gak mampu Kang …. tolong Akang mengerti ….” Tanpa
menunggu reaksiku Lilis kembali menciumiku.
Kami berpagutan lagi. Aku mulai menikmati. Kesadaranku berangsur
menghilang….. Kemudian, ini gerakan refleks yg wajar dan biasa ketika
sambil berciuman telapak tangan kananku mulai meremas-remas buah dada
kirinya yg hanya tertutup daster. Daging yg sekal sesuai bayanganku
tadi. Lilis melepas ciuman lalu mengerang sambil kepalanya mendongak
menikmati remasanku. Bahkan erangannya mirip rintihan isteriku.
Cuma sebentar, kembali dia mengejutkanku, dgn sigapnya dia melepas
kancing-kancing dasternya lalu menyodorkan dadanya ke mukaku. Dua
bulatan kembar itu kini terhidang di depan hidungku. Putingnya kecil tp
telah mengacung ke depan. Kuciumi buah dadanya, bergantian kanan dan
kiri. Puting kecil itu memang keras. Jg gerakan wajar jika tanganku
kemudian mulai membelai-belai pahanya, menyusup ke balik dasternya,
merambat sampai pangkalnya.
Lagi-lagi Aku dibikin kaget. Hanya daster itulah satu-satunya pakaian yg
melekat di tubuh sintal Lilis. Aku tadi tak memperhatikannya.
Selangkangan berbulu halus itu telah membasah dan lembab. Lilis makin
menggila ….
“Ayo Kang …. sekarang. Aku mohon ….” Rangsanganku sdh tinggi, tak ada lagi pikiran jernih, gelap mata.
Kubopong Lilis menuju kamarku, kurebahkan tubuhnya ke kasur. Secepat
kilat Lilis melepas dasternya melalui kepalanya. Tubuh coklat langsing
sekel itu kini telanjang bulat tergolek di kasurku. Kedua belah dadanya
memang bulat dan menonjol dihiasi puting dan lingkaran aerola yg kecil
menambah keindahannya. Bulu-bulu halus di bawah perutnya terlihat rapi
tanda terawat. Tubuh itu kini gelisah, bergerak-gerak tak tentu. Pahanya
sdh membuka lebar. Tunggu apa lagi?
“Ayo…Kang ….” Secepat kilat Aku memelorotkan celana pendekku sekaligus dalemannya.
Aku naik ke tempat tidur dan mengarahkan k0ntolku ke selangkangannya.
Kebiasaanku kalo awal penetrasi lebih suka posisi misionarist, sebab Aku
bisa melihat ekspresi wajah lawan mainku ketika k0ntolku mulai menusuk.
Wajah dgn mata terpejam dan kepala sedikit mendongak adalah pemandangan
paling eksotis. Kurebahkan tubuhku menindihnya. Lalu dgn gerakan agak
kasar Aku menekan. Muka Lilis berkerut, dia menggigit bibirnya sendiri,
ekspresi seperti orang yg sedang kesakitan. Benar saja …
“Aauuuww …. pelan-pelan Kang, saya udah lama banget engga …..” Memang,
kepala k0ntolku serasa membentur tembok walaupun Aku yakin dia telah
lembab.
“Oh …. sorry Lis…” Lalu dgn sabarnya Aku perlahan membuat
gerakan-gerakan pendek maju-mundur untuk membuka ‘pintu’ yg sdh lama tak
pernah dimasuki. Memang agak susah, harus perlahan dan bertahap.
Akhirnya seluruh batangku tertelan oleh memeknya. Mulailah Aku
‘memompa’, masih perlahan agar bisa lebih merasakan gesekan batangku dgn
dinding-dinding liang memeknya. Milik Lilis begitu eratnya menjepit
batangku, persis seperti milik isteriku pada awal-awal kami menikah.
Aku jadi teringat sewaktu berbulan madu dgn isteriku beberapa tahun
lalu. Cerocohan ribut yg keluar dari mulut Lilispun sama. Beginilah
rasanya. Hanya satu kata : nikmat ! Lalu Lilis ? Sulit kugambarkan.
Gerakan tubuhnya begitu liar, ekspresi wajahnya begitu ekstasi
manjadikan dia tampak lebih cantik dibanding biasanya. Itu tanda bagi
wanita yg sedang merasakan nikmatnya bersenggama. Rasanya Aku bisa lebih
lama bertahan memompa, mungkin karena tadi malam Aku sdh mengeluarkan
dua kali ‘tabungan’ ke tubuh isteriku setelah tersimpan selama 3 hari di
luar kota.
Hingga suatu saat …. Kedua tangannya mengunci amat erat di tubuhku dan
tubuhnya kurasakan berguncang-guncang teratur beberapa kali. Aku lalu
menghentikan pompaan, memberi kesempatan dia menikmati orgasmenya.
Guncangan lalu melemah seiring melemahnya kuncian tangannya. Lalu
tangannya rebah ke samping. Lilis terkapar ….
“Makasih Kang …. terima kasih….”katanya sambil menciumi wajahku.
“Gimana Lis….”
“Enak banget kang …..” Tubuhku masih telungkup menindih tubuhnya, punyaku yg masih tegang masih ‘tersimpan’ di dalam tubuhnya.
Aku masih tak bergerak walaupun Aku belum mencapai puncak. Sengaja untuk
memberi waktu kepada Lilis untuk menyelesaikan puncak hubungan seks,
orgasme. Karena Aku tahu berdasarkan pengalaman, wanita tak mau
‘diganggu’ bila sedang dalam masa puncak dan beberapa waktu setelahnya.
Syaraf-syaraf pada alat kelaminnya menjadi amat sensitif ketika masa
orgasme. Tp ketegangan k0ntolku mulai mengendur karena masa pause
begini. Aku harus mulai memompa lagi untuk meningkatkan ketegangan
batangku. Lalu Aku mulai gerakan dgn memundurkan k0ntolku sedikit dan
menusuk lagi.
“Ooooohhhh….. Kang…”erangnya.
Aku terus saja. Memompa. Mulutnya mulai berkicau. Makin cepat.
Gerakannya makin gila. Aku melambung Melayg…. Beberapa detik kemudian….
Aku sampai. Kutumpahkan semuanya ke dalam tubuhnya. Ya. Aku ejakulasi di
dalam tubuhnya. Tak terpikirkan lagi untuk mencabutnya. Karena kedua
kaki Lilis keburu menjepit erat pinggulku, dan lalu tubuhnya berguncang
teratur seperti tadi. Beberapa saat berlalu baru Aku menyadari akan
akibat penumpahan ke dalam liangnya.
“Lis…. Aku keluar di dalam….”
“Engga apa-apa Kang…. jangan khawatir”
“Maksudmu ?”
“Saya masih menyimpan spiral di dalam ….” Aku lega walaupun di kepala
ini menumpuk banyak pertanyaan seperti mengapa dia nekat begini…. - Lilis Sepupu Istriku
Tidak ada komentar: